Calon Presiden (Capres) Anies Baswedan sudah terang-terangan mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kebijakan Jokowi yang dikritik Anies ini dimulai dari isu listrik, mulai dari subsidi mobil listrik hingga daerah di Indonesia yang masih belum mendapatkan pasokan listrik.
Anies menilai, pembeli mobil listrik rata-rata berasal dari kalangan keluarga mampu. Dengan demikian, pemberian subsidi untuk pembelian mobil listrik dirasa kurang tepat.
“Kemudian kita tahu negeri ini begitu banyak peluang dan pemerintah harus memastikan sumber daya yang diberikan oleh pemerintah untuk rakyatnya adalah sumber daya yang tepat, kita menghadapi tantangan lingkungan hidup. Solusi menghadapi tantangan lingkungan hidup polusi udara bukan lah terletak di dalam subsidi mobil listrik yang pemilik mobil listriknya yang mereka-mereka tidak membutuhkan subsidi. Betul?” tuturnya saat berpidato dalam acara “Deklarasi dan Pengukuhan Amanat Indonesia”, Minggu (07/05/2023).
Di samping itu, pemberian paket subsidi mobil listrik menurutnya bukan menjadi solusi dalam mengatasi persoalan polusi udara. Anies menyebut, emisi karbon yang dihasilkan dari penggunaan mobil listrik pribadi berpotensi lebih besar dibandingkan dengan transportasi umum seperti bus berbahan bakar minyak (BBM).
“Kalau kita hitung apalagi ini contoh ketika sampai kepada mobil listrik emisi karbon mobil listrik per kapita per kilo meter sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak,” kata Anies.
Kondisi tersebut terjadi lantaran mobil listrik hanya dapat digunakan untuk keperluan pribadi penggunanya. Sementara bus dapat digunakan untuk kepentingan umum dan dapat memuat banyak orang.
Selain itu, Anies juga menceritakan pengalamannya saat masih menjabat sebagai Gubernur aktif DKI Jakarta. Menurutnya, pemberian subsidi yang kurang tepat justru hanya akan menambah kemacetan di jalan raya.
“Ditambah lagi pengalaman kami di Jakarta, ketika kendaraan pribadi berbasis listrik dia tidak menggantikan mobil yang ada di garasinya, dia akan menambah mobil di jalanan menambah kemacetan di jalanan,” tuturnya.
Oleh karena itu, dia menilai, yang perlu didorong ke depan adalah demokratisasi sumber daya.
“Jadi yang didorong ke depan adalah demokratisasi sumber daya bahwa kita mengarahkan agar sumber daya yang dimiliki negara diberikan melalui sektor-sektor yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat banyak, bukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian dalam percakapan, apalagi percakapan dalam sosial media,” jelasnya.
Alih-alih menggenjot penggunaan kendaraan pribadi berbasis listrik, Anies mendorong agar ke depan jalanan RI dapat dipenuhi dengan kendaraan umum berbasis listrik. Misalnya, seperti kendaraan logistik berbasis listrik.
“Maka dia bukan hanya memindahkan badan, bukan hanya memindahkan barang, dia sebetulnya alat untuk membangun perasaan kesetaraan, alat membangun perasaan persatuan. Jadi ke depan ini adalah contoh bagaimana kebijakan disusun berdasarkan gagasan, bukan berdasarkan kebijakan tanpa narasi,” pungkasnya.
Seperti diketahui, pemerintah memberikan bantuan berupa keringanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi mobil listrik. Mulai April hingga Desember 2023, PPN untuk mobil listrik dipangkas hanya menjadi 1%.
Ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 (PMK PPN DTP Kendaraan Listrik).
Bantuan subsidi mobil listrik akan diberikan kepada 35.900 unit kendaraan hingga Desember 2023.
Tak hanya soal subsidi mobil listrik, Anies pun tak segan membeberkan daerah RI yang masih belum berlistrik, padahal sudah 78 tahun Indonesia merdeka. Berita selengkapnya, klik di halaman berikutnya.
Selain mengkritik soal subsidi mobil listrik yang dinilai tidak tepat, Anies juga menyinggung masih ada daerah RI yang belum berlistrik, padahal Indonesia sudah 78 tahun merdeka.
Anies menyebut, Pulau Selaru di Maluku Tenggara Barat masih belum dialiri pasokan listrik.
Anies mengaku cukup prihatin dengan kondisi Pulau Selaru yang berada di ujung timur tenggara Maluku Tenggara Barat dan berbatasan dengan negara Australia. Pasalnya, masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut masih belum merasakan pemerataan akses listrik yang memadai.
“Ini ujung Indonesia, saya datang ke pulau itu lalu mereka memulai acara dengan berkumpul dengan 100 orang. Di tempat itu belum ada listrik. Lalu mereka menyiapkan diesel untuk sound system. Diesel-nya ditaruh kira kira 20-30 meter dari lokasi acara supaya ramainya diesel tidak terdengar kita,” ucapnya.
Anies pun mengaku cukup bergetar hatinya saat mendengar warga di wilayah tersebut menyatakan tetap mencintai Indonesia, sekalipun Republik ini belum menunaikan janjinya terkait kesejahteraan di wilayah tersebut.
“Mereka belum merasakan kesejahteraan fasilitas seperti kita, yang mereka miliki terbatas tapi mereka mengirim pesan pada tamu yang datang dari Jakarta, Pak Anies bisa jadi kami belum punya listrik bisa jadi kami belum sejahtera tapi jangan ragukan keindonesiaan dan kecintaan kami kepada Indonesia. Saya menemukan kalimat kalimat itu di berbagai tempat,” tuturnya.
Menanggapi pernyataan Anies tersebut, Kementerian ESDM pun buka suara.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, berdasarkan data Rasio Desa Berlistrik dan laporan dari UP3 PLN Saumlaki, Pulau Selaru sendiri sejatinya telah mendapat layanan pasokan listrik 24 jam penuh sejak awal 2017.
Namun, ia mengakui kemungkinan masih ada beberapa dusun di wilayah tersebut yang memang belum teraliri listrik sepenuhnya.
“Dari data Rasio Desa Berlistrik kita dan UP3 PLN Saumlaki Pulau Selaru sudah menyala 24 jam sejak awal 2017. Namun kemungkinan masih ada dusun yang belum,” ungkap Jisman kepada CNBC Indonesia, Senin (8/5/2023).