BKPM Pamer Investasi Meroket, Kok Data BPS Bilang Loyo?

Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2023 (Tangkapan layar Kementerian Investasi - BKPM)

Data ekonomi mengenai realisasi investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada kuartal I-2023 menjadi sorotan. Pasalnya, ada perbedaan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Investasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) seperti diketahui mengumumkan, hasil realisasi investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) menunjukkan pertumbuhan secara tahunan (year on year/yoy) terendah sejak 2013.

Sementara itu, data Kementerian Investasi, pertumbuhan investasi pada kuartal I-2023 menyebut pertumbuhannya mencapai double digit.

Pada kuartal I-2023, data BPS menunjukan data PMTB atau investasi hanya tumbuh 2,11% (yoy), ini merupakan pertumbuhan terendah sejak 2013 atau sebelum pandemi Covid-19.

Adapun jika dibandingkan dengan kuartal I-2022 dan kuartal IV-2022, penurunannya cukup dalam. Pertumbuhan PMTB pada kuartal I-2022 tercatat sebesar 4,08% dan pada kuartal IV-2022 pertumbuhannya 3,33%.

Di sisi lain, Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mencatat realisasi investasi pada kuartal I-2023 sebesar Rp 328,9 triliun atau tumbuh 16,5% dibandingkan dengan kuartal I-2022 (yoy).

Lantas, mengapa bisa ada perbedaan?

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan, ketika BKPM melakukan kinerja baik untuk menarik penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) tidak serta merta langsung diterjemahkan sebagai pertumbuhan investasi riil.

“Ada beberapa perbedaan. Dari sisi BKPM tidak sama metodologinya dalam mengklasifikasikan aktivitas. BKPM fokus pada besarnya nilai transaksi dan tidak semua nilai transaksi masuk langsung ke investasi, ada yang juga masuk ke belanja yang lain. Bisa masuk ke konsumsi dan impor, juga masuk ke aktivitas yang lain,” jelas Febrio di acara dalam webinar Indonesia Macroeconomic Update 2023 kemarin, dikutip Selasa (9/5/2023).

Sementara data BPS, kata Febrio klasifikasi investasi riil adalah pertambahan barang modal, ketika pelaku ekonomi itu melakukan pembelian barang modal dan menciptakan barang modal yang baru.

Menurut Febrio, data yang terekam oleh BPS 70% dalam bentuk bangunan dan 30% dalam bentuk mesin, atau dalam bentuk barang-barang intelektual properti. “Ini banyak sekali isinya dan tidak satu demi satu dilakukan (diklasifikasikan) juga oleh BKPM,” jelas Febrio.

Febrio menyebut, pertumbuhan investasi yang masih tertahan pada kuartal I-2023 disebabkan adanya ketidakpastian ekonomi global sejak tahun lalu. Ketidakpastian tersebut tercermin dari volatilitas harga komoditas dan volatilitas nilai tukar rupiah di Indonesia pada tahun lalu.

“Sehingga ada global uncertainty yang tinggi, membuat investor wait and see. Ini akan terus didorong, gimana Indonesia memberikan kebijakan investasi, kebijakan insentif dan kemudahan berusaha semakin konsisten dan stabilitas ekonomi yang konsisten,” jelas Febrio.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*