Bun, 3 Penyakit Menular Seksual Ini Berisiko Menjangkiti Anak

People with painted faces hold ribbon cut-outs as they pose during an HIV/AIDS awareness campaign on the eve of World AIDS Day in Kolkata, India, November 30, 2018. REUTERS/Rupak De Chowdhuri

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengimbau masyarakat Indonesia untuk mewaspadai risiko penularan penyakit menular seksual pada anak.

Juru Bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril, menyebutkan ada tiga penyakit menular seksual yang paling berisiko menjangkit anak, yakni human immunodeficiency virus (HIV), sifilis (raja singa), dan hepatitis B. Ia mengungkapkan, sebagian besar penyakit menular seksual tersebut ditularkan dari ibu kepada anak.

“Ada tiga kemungkinan [penyebab] anak tertular penyakit menular seksual, yakni saat dalam kandungan, saat proses melahirkan, dan saat proses menyusui,” papar dr. Syahril dalam konferensi pers daring, Senin (8/5/2023).

Dr. Syahril mengungkapkan bahwa penyakit menular seksual pada anak, terutama HIV dan sifilis, didominasi terjadi melalui jalur dari ibu ke anak. Pada kasus HIV, penularan dari jalur ibu ke anak menyumbang angka sebesar 20% hingga 45%.

“Penularan HIV bisa melalui jalur ibu ke anak. Nah, penularan HIV dari jalur ibu ke anak ini menyumbang sebesar 20% sampai 45% dari seluruh sumber penularan HIV lainnya, seperti seksual, jarum suntik, dan transfusi darah yang tidak aman,” jelas dr. Syahril.

Menurut dr. Syahril, salah satu penyebab utama terjadinya penularan HIV pada anak adalah akibat perilaku seksual yang berisiko dari orang tua. Hal itu juga berlaku untuk penyakit sifilis.

“Sebesar 33% data [menunjukkan bahwa] ibu rumah tangga positif HIV karena terpapar dari pasangannya yang memiliki perilaku seksual yang berisiko. Setiap tahunnya, terdapat penambahan kasus HIV baru pada ibu rumah tangga sebanyak 5.100,” ungkap dr. Syahril.

“Penyumbang utama penularan HIV terjadi pada perilaku seksual yang berisiko, yaitu pada kelompok heteroseksual dan homoseksual. Kemudian, sebanyak 30% kontribusi penularan adalah dari suami ke istri sehingga jumlah orang dengan HIV pada populasi sebanyak 35% berasal dari ibu rumah tangga,” imbuhnya.

Sementara itu, penularan sifilis dari jalur ibu ke anak menyumbang persentase yang tinggi, yakni sebesar 69% hingga 80%. Umumnya, risiko yang akan terjadi pada bayi berupa risiko abortus alias keguguran, anak lahir mati, atau sifilis kongenital alias sifilis bawaan pada bayi baru lahir.

“Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yakni 2018 sampai 2022 kemarin, terjadi peningkatan kasus sifilis hampir 70%. Dari 12 ribu kasus jadi 21 ribu kasus saat ini,” ungkap dr. Syahril.

Syahril mengatakan bahwa hingga saat ini, hanya sekitar 40% ibu hamil penderita sifilis yang sudah diobati. Ia mengatakan, rendahnya angka pasien yang diobati karena faktor suami yang tidak mengizinkan istri untuk tes sifilis dan stigma masyarakat.

“Ibu hamil dengan sifilis yang diobati masih rendah, hanya di kisaran 40%. Nah, sisanya alias 60% tidak mendapatkan pengobatan sehingga berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan,” ujar dr. Syahril

Berkaitan dengan hal tersebut, dr. Syahril mengimbau masyarakat Indonesia untuk menghindari aktivitas seksual yang berisiko serta tidak takut untuk melakukan tes HIV dan sifilis di fasilitas pelayanan kesehatan. Terlebih, tes HIV di puskesmas tidak dipungut biaya alias gratis.

“Untuk itu, kita mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks yang berisiko. Bagi yang belum menikah agar menggunakan pengaman untuk menghindari hal-hal yang berisiko untuk kesehatan,” imbau dr. Syahril.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*