Bentoel Beri Cuan Besar Saat Sayonara, Siapa Emiten Berikutnya?

Bentoel Beri Cuan Besar Saat Sayonara, Siapa Emiten Berikutnya?

INFOGRAFIS, Mengenal Ong Hok Liong Pendiri Rokok Bentoel

Saham emiten rokok, PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) akhirnya resmi delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Menariknya, emiten tersebut hengkang dengan sukarela yang membuat investor publik ketiban rejeki nomplok.

Mengutip keterbukaan informasi BEI, delisting dilakukan setelah RMBA mengajukan surat permohonan pada tanggal 12 Oktober 2023. Kemudian, pada tanggal 9 Januari 2024 juga mengajukan surat permohonan penghapusan pencatatan efek. Akhirnya, pada kemarin, Selasa (16/1/2024) RMBA keluar dari bursa dengan harga terakhir di Rp306 per lembar.

British American Tobacco https://betslots88.store/ (BAT), selaku pengendali akan membeli sisa saham yang beredar publik di harga Rp1.000 per saham. Membandingkan dengan harga terakhir, tentu jadi berkat cuan luber bagi investor publik yang memegang saham RMBA karena keuntungan yang didapat dari harga terakhir saja bisa mencapai lebih dari tiga kali lipat.

Menurut data RTI Business, hingga 8 Januari 2024 kepemilikan publik yang tercatat masih ada 15.140.549 lembar saham, porsinya cukup kecil hanya sekitar 0,04 dari total modal yang disetor perseroan. Dari jumlah tersebut, artinya BAT akan mengeluarkan modal sekitar Rp15,14 miliar untuk menampung saham publik.

Setelah RMBA delisting, akankah ada emiten selanjutnya yang akan delisting tetapi bisa jadi kabar sukacita investor publik? CNBC Indonesia Research menemukan ada saham PT. Organon Pharma Indonesia Tbk (SCPI) yang potensi jadi penerus RMBA delisting tercuan.

Lebih dari 10 Tahun Penantian Delisting SCPI

Sebenarnya, niat delisting SCPI ini sudah diutarakan lebih dari satu dekade lalu, tepatnya sejak 22 Maret 2013. Hal tersebut kemudian membuat saham SCPI dihentikan perdagangannya (suspended) dengan harga terakhir Rp29.000 per lembar.

Bertahun-tahun saham-nya di gembok dengan ekspektasikan delisting nyatanya hingga kini belum mendapat jalan keluar.

Namun, jangan salah sangka, ternyata investor publik yang sudah sabar menyimpan saham tersebut masih mendapatkan cuan luber dari keuntungan dividen lantaran yield yang dibagikan mencapai ratusan persen.

Terlihat pada grafik di atas, dalam dua tahun terakhir SCPI membagikan dividen sebanyak tiga kali. Sedikitnya Rp42.000 per lembar, apalagi dibandingkan dengan harga terakhir sebelum suspensi, investor yang sabar mendapatkan yield 144%.

Sementara, di harga dividen per lembar tertinggi sebesar Rp50.000, yield yang diperoleh mencapai 172%.

Sebagai analogi, jika investor hold 1 lot SCPI di harga terakhir akan memegang nilai investasi sebesar Rp2.9 juta. Nilai tersebut kini akan terakumulasi menjadi Rp16,6 juta, dimana Rp13,7 juta merupakan keuntungan dividen tunai.

Dengan keuntungan yang sudah berlipat ganda tersebut, sebenarnya tanpa adanya delisting investor publik sudah tidak terlalu bermasalah, hanya saja masih rugi waktu karena tidak bisa jual saham yang disuspend.

Namun, jika rencana delisting perusahaan yang buntu selama satu dekade lebih ini berhasil dalam jangka pendek. Tentu akan menjadi kabar bahagia, pasalnya sempat dikatakan perusahaan potensi membeli di harga Rp100.000 per lembar.

Artinya, keuntungan yang bisa didapat investor dari harga terakhir nyaris empat kali lipat-nya. Sebagai informasi, hingga akhir tahun lalu jumlah saham SCPI yang beredar di publik sudah relatif sedikit, hanya berkisar 43 ribu lembar dengan porsi tak lebih dari 1% saham yang disetor penuh perseroan.

Beralih ke delisting kembali, selain RMBA secara historis ada empat lagi saham yang pernah hengkang dari pasar modal RI yang tentunya memberikan keuntungan besar ke investor publik-nya.

1. PT Danayasa Arthatama Tbk. (SCBD)

PT Danayasa Arthatama, emiten pengelola kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) pada 2020 memilih go private atau delisting sukarela. Harga penawaran per saham SCBD pada saat itu mencapai dua kali lipat lebih tinggi dari harga terakhir sebelum suspend di Rp2700 ke Rp5.565 per saham.

Dalam prospektus yang disampaikan, jumlah saham perusahaan sasaran yang direncanakan untuk dibeli dalam penawaran tender sukarela ini sebanyak banyaknya 2,12 juta saham atau setara 0,07% saham dari seluruh saham yang dikeluarkan dan disetor penuh.

2. PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk. (SOBI)

Berikutnya, ada perusahaan sorbitol yakni PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk. (SOBI) yang memilih hengkang sukarela dari bursa lantaran kesulitan memenuhi peraturan free float.

Pada saat itu, SOBI hanya mengeluarkan saham ke publik sebesar 1,32%. terpaut jauh dengan rasio minimal porsi publik terhadap total modal sebesar 7,5%. Selain itu, dengan free float kecil, saham SOBI ini memang cenderung kurang likuid.

SOBI pun memberikan harga penawaran sebesar Rp4.250 per saham. Jumlah tersebut menawarkan keuntungan 150% dari harga perdagangan tertinggi dalam jangka waktu 90 hari sebelum pengumuman go private. Tercatat, saham SOBI terakhir kali ditutup di harga Rp1.700 per lembar.

3. PT Alfa Retailindo Tbk. (ALFA)

Selanjutnya, ada emiten pengelola supermarket Carrefour yakni PT Alfa Retailindo Tbk (ALFA) memilih go-private dengan alasan sama seperti SOBI, yaitu pemegang saham publik yang minim sehingga saham yang diperdagangkan kurang likuid.

Selain itu, keputusan go-private diambil ALFA karena induk usahanya telah menjadi perusahaan terbuka di Bursa Eropa.

ALFA tercatat delisting pada 17 Oktober 2011, sebelum resmi hengkang saham publik yang beredar hanya sebesar 0,46% saja dari total modal yang disetor perusahaan.

Akhirnya, ALFA memberikan harga penawaran sebesar Rp4.500 per saham, nilainya lebih tinggi 87,5% dibandingkan harga perdagangan tertinggi selama 90 hari terakhir sebelum resmi hengkang.

4. PT Aqua Golden Mississippi Tbk. (AQUA)

Kembali ke 13 tahun silam, tepatnya April 2011, produsen air minum asli Indonesia, PT Aqua Golden Mississippi Tbk (AQUA) juga tercatat memutuskan untuk go private dengan melakukan delisting sukarela di bursa. AQUA juga tercatat melakukan tender offer sebelum hengkang dari bursa.

PT Tirta Investama, pemegang saham mayoritas AQUA menuntaskan penawaran tender (tender offer) atas sisa saham publik AQUA pada 22 Desember 2010.

Dengan demikian, Tirta Investama membeli 5,44% saham, atau setara dengan 716.387 lembar pada harga tender offer Rp 500.000 per saham. Adapun total dana yang telah dikeluarkan perseroan pun mencapai Rp 358,193 miliar. Saat itu banyak investor publik cuan besar dari tender offer ini.

Sebelum delisting, PT Tirta Investama menjadi pemilik mayoritas atas saham, atau menguasai 12.419.090 lembar (94,35%) saham AQUA.

Sementara itu, sisa saham publik sebanyak 743.383 saham atau setara 5,65%.
Terhitung sebelumnya sudah dua kali AQUA ingin melakukan delisting sukarela, yakni pada 2001 dan 2005 usai dicaplok Danone. Akan tetapi, proses tersebut menemukan jalan buntu setelah tidak ada persetujuan dari pihak pemilik saham publik perusahaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*