Peneliti UI: Kontaminasi Timbal Ancam Kecerdasan Anak-anak RI

Peneliti UI: Kontaminasi Timbal Ancam Kecerdasan Anak-anak RI

Pemerintah kini menganjurkan semua warga yang sehat dan sakit untuk memakai masker, terutama saat terpaksa harus keluar rumah. Hal ini sebagai upaya pencegahan terhadap virus corona yang terus penyebarannya makin meluas.

Namun kenyataannya, masih ditemukan warga yang beraktivitas di luar rumah tanpa menggunakan masker. Alasan warga beragam, mulai dari masker ketinggalan di rumah, masker sulit didapat, tidak tahu aturan wajib bermasker, hingga tak sedikit yang sudah tahu aturan itu, tapi tetap tidak menggunakan masker.

Seperti yang terjadi di Pasar Pal Merah, Jakarta Barat, Rabu (26/5/2020), masih banyak masyarakat yang tidak paham tentang pentingnya menggunakan masker untuk mencegah Covid-19. Tidak sedikit pula yang mengeyel untuk tidak mengenakan masker.

Salah satu warga yang sedang berbelanja di pasar mengatakan, alasannya tidak memakai masker karena memang jarang keluar rumah. Untuk kali ini ia mengaku sedang terburu-buru jadi tidak sempat memakai masker.

Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) menemukan bahwa anak-anak di sejumlah wilayah Indonesia berisiko tinggi terpapar pajanan timbal (plumbum/Pb).

Timbal, timbel, atau timah hitam adalah logam berat yang umumnya digunakan untuk bahan baku barang-barang logam, seperti amunisi, pelapis kabel, pipa Polyvinyl Chloride (PVC), hingga pewarna yang dapat ditemukan di lingkungan sekitar.

Unsur kimia dengan lambang Pb https://sportifkas138.site/ dan nomor atom 82 ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup atau tertelan melalui mulut. Menurut peneliti, unsur kimia ini rentan masuk ke dalam tubuh anak akibat kebiasaan memasukkan barang ke mulut.

“Anak-anak berusia 1-5 tahun sangat rentan karena suka memasukkan barang ke mulut sehingga pajanan timbal ini berisiko lebih tinggi,” ujar salah satu peneliti FKUI, dr. Dewi Yunia, SpOK, dikutip dari detikhealth, Kamis (11/1/2024).

Lebih lanjut, dr. Yunia mengatakan bahwa penyerapan timbel pada anak dapat lebih tinggi tiga hingga lima kali besar daripada orang dewasa. Timbel yang masuk ke dalam tubuh diklaim meningkatkan risiko anemia, gangguan tumbuh kembang, dan gangguan kecerdasan anak.

Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis anak, dr. Ari Prayogo, SpA mengatakan bahwa orang tua tidak perlu menghalangi kebiasaan anak untuk memasukkan tangan ke dalam mulut akibat ancaman risiko timbel.

Menurut dr. Prayogo, memasukkan tangan ke mulut adalah salah satu bagian dari tumbuh kembang dan belajar anak. Maka dari itu, orang tua bertugas untuk memastikan kebersihan tangan anak.

“Kebiasaan memasukkan tangan ke mulut itu fase stimulasi sentuhan yang diperlukan. Pada usia empat sampai enam bulan anak akan cenderung suka memasukkan tangan ke mulut. Terus setelah enam bulan sampai setahun dia memang eksplor,” ucap dr Prayogo.

“Lalu gimana? Kita pastikan tangan anak yang masuk ke dalam mulut itu selalu bersih, cuci tangannya, terus kita lap. Memasukkan tangan itu perlu dan boleh, tapi harus bersih,” sambungnya.

Selain itu, dr. Prayogo juga mengingatkan orang tua untuk selalu membersihkan mainan anak, terlebih jika anak tergolong sering memasukkan barang ke dalam mulut. Hal ini wajib dilakukan untuk meminimalisir paparan pajanan timbel yang bisa masuk ke dalam tubuh anak.

Hasil Penelitian Kadar Timbal pada Anak di Jawa

Sebagai informasi, tim peneliti dari Occupational and Environmental Health Research IMERI FKUI melakukan studi terkait pajanan timbel pada tubuh manusia. Penelitian di beberapa desa di Pulau Jawa ini melibatkan 564 responden anak-anak berusia satu sampai lima tahun.

Secara rinci, lokasi riset dilakukan di Desa Kadu Jaya Tangerang, Banten; Cinangka Bogor, Jawa Barat; Pesarean Tegal, Jawa Tengah; dan Dupak Surabaya, Jawa Timur sebagai wilayah tinggi aktivitas warga yang melibatkan timbel, serta Desa Cinangneng Bogor sebagai wilayah kontrol. Proses pengumpulan data dilakukan pada Mei-Oktober 2023.

Hasil studi menemukan bahwa sembilan anak memiliki kadar timbel darah lebih dari 65 µg/dL. Angka ini jauh di ambang batas kadar timbel darah yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni sebesar 5 µg/dL.

Bagi anak yang memiliki kadar timbel darah di atas 45 µg/dL maka sudah dianjurkan untuk melakukan terapi perawatan.

Berikut rincian temuan dari riset tersebut.

0 – 3,5 µg/dL berjumlah 23 anak

3,5 – 5 µg/dL berjumlah 41 anak

5 – 10 µg/dL berjumlah 158 anak

10 – 20 µg/dL berjumlah 197 anak

20 – 45 µg/dL berjumlah 126 anak

45 – 65 µg/dL berjumlah 10 anak

Lebih dari 65 µg/dL berjumlah 9 (sembilan) anak

“Dampak yang muncul dari responden, secara teori paparan di atas 20 µg/dL sudah mengakibatkan gangguan sel darah merah. 34 persen dari anak-anak yang di atas 20 µg/dL sudah mengalami anemia dan atau kurang darah,” jelas dr. Yunia.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*