Geger Rusia Diramal Segera Runtuh, Ini 3 Tandanya

Russian President Vladimir Putin watches a military parade on Victory Day, which marks the 77th anniversary of the victory over Nazi Germany in World War Two, in Red Square in central Moscow, Russia May 9, 2022. Sputnik/Mikhail Metzel/Pool via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. THIS PICTURE WAS PROCESSED BY REUTERS TO ENHANCE QUALITY. AN UNPROCESSED VERSION HAS BEEN PROVIDED SEPARATELY.

Rusia saat ini sedang dalam kondisi tidak stabil. Para analis memprediksi tak lama lagi negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin ini bakal mengalami keruntuhan.

Salah satu prediksi datang dari analis politik dan penulis asal Amerika Serikat (AS), Janusz Bugajski. Ia menyebut fondasi Rusia, sama seperti militernya, jauh lebih rapuh daripada propaganda kekuatan yang diterbarkan Moskow untuk warganya dan orang luar.

Bugajski menyebut Rusia saat ini telah mengalami banyak masalah internal yang dapat memicu kehancuran. Ini menjadi salah satu dari dua tanda yang dapat membuat Kremlin runtuh dalam waktu dekat.

“Kemerosotan ekonomi, tekanan pengetatan anggaran, rezim personalistik tanpa garis suksesi, dan kekalahan militer di Ukraina akan memicu konflik di dalam elite, dan antara pusat dan banyak republik dan daerah,” kata Bugajski, mengutip KyivPost, Selasa (9/5/2023).

“Kita sudah melihat tanda-tanda konflik antara berbagai institusi kekuasaan, kematian misterius lebih dari selusin oligarki, dan seringnya pembersihan kepemimpinan militer,” tambahnya.

Sebagai informasi, ada lebih dari 10 pejabat sampai oligarki Rusia di lingkaran Putin yang meninggal secara misterius. Ini sejak Moskow melancarkan invasi ke Ukraina.

Sementara tanda kedua adalah kemunduran kekuatan Rusia di Ukraina saat ini. Meski Putin tak membeberkannya, tetapi informasi kerugian yang dihadapi pasukan Kremlin di Ukraina terus muncul dengan deras.

Kondisi ini, nilai Bugajski, membuat cengkeraman Putin terhadap Ukraina terus melemah secara signifikan, apalagi Putin juga sempat curhat soal situasi sulit pasukan Rusia di Ukraina, meski tak menjabarkan hal tersebut dengan rinci.

“Perpecahan bakal dipercepat setelah Putin berakhir atau digulingkan, karena perebutan kekuasaan internal meningkat dan beberapa pemimpin regional bakal melihat peluang untuk membentuk negara-negara baru yang mirip dengan apa yang terjadi selama runtuhnya Uni Soviet,” jelas Bugajski.

Setelah masa kejayaan Putin berakhir dan runtuh, Bugajski juga memprediksi wilayah-wilayah regional di Rusia akan mendeklarasikan kedaulatan dan kemerdekaannya. Ia juga menyebut kekuatan militer Rusia saat ini tak akan mampu meredam upaya pemberontakan dan kemerdekaan wilayah-wilayah tersebut.

Uang Habis 2024

Tak hanya diprediksi bakal runtuh, Rusia juga memiliki kemungkinan kehabisan uang pada 2024 dan membutuhkan investasi asing secepatnya.

Hal ini blak-blakan disampaikan oleh oligarki Rusia Oleg Deripaska. Rusia dapat menemukan dirinya tanpa uang secepatnya tahun depan.

“Tidak akan ada uang tahun depan, kami membutuhkan investor asing,” katanya, menurut komentar yang dilaporkan oleh kantor berita milik negara Rusia TASS yang dikutip CNN International.

Investor asing, terutama dari negara-negara ramah, juga memiliki peran besar, kata Deripaska. Masuknya mereka ke negaranya baru dapat terjadi apabila Rusia dapat menciptakan kondisi yang tepat dan membuat pasarnya menarik, tambahnya.

Dalam upaya untuk membuat Rusia kekurangan dana untuk agresinya, negara-negara Barat telah mengumumkan lebih dari 11.300 sanksi sejak invasi Februari 2022, dan membekukan sekitar US$300 miliar cadangan devisa Rusia.

Pendapatan pemerintah Rusia anjlok 35% pada Januari dibandingkan dengan tahun lalu, sementara pengeluaran melonjak 59%, menyebabkan defisit anggaran sekitar 1.761 miliar rubel.

 

Indef: Investasi BKPM Belum Realisasi, Tapi Baru Komitmen!

Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2023 (Tangkapan layar Kementerian Investasi - BKPM)

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) berpandangan, data realisasi investasi yang disuguhkan oleh Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum semuanya masuk dalam realisasi, namun baru komitmen.

Hal tersebut dikatakan oleh Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF Abdul Manap Pulungan kepada CNBC Indonesia kemarin, dikutip Rabu (9/5/2023).

“Realisasi itu yang dari BKPM masih komitmen, belum terjadi real di lapangan. Walaupun dia angka tinggi belum tentu terealisasi di lapangan. Jadi, ada gap data antara komitmen investasi dengan realisasi investasi defisit di lapangan,” jelas Abdul Manap.

Seperti diketahui, BKPM mengungkapkan realisasi investasi pada kuartal I-2023 mencapai Rp 328,9 triliun atau tumbuh 16,5% secara tahunan (year on year).

Sementara, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan investasi atau pembentukan modal bruto (PMTB) pada kuartal I-2023 hanya tumbuh 2,11% (yoy), ini merupakan pertumbuhan terendah sejak 2013 atau sebelum pandemi Covid-19.

Adapun jika dibandingkan dengan kuartal I-2022 dan kuartal IV-2022, penurunannya cukup dalam. Pertumbuhan PMTB pada kuartal I-2022 tercatat sebesar 4,08% dan pada kuartal IV-2022 pertumbuhannya 3,33%.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menjelaskan, PMTB sebagian besar masuk ke sektor konstruksi dan belanja yang lain.

Sehingga perbedaan data investasi antara BKPM dan BPS, karena BKPM tidak memasukkan data bangun konstruksi, hanya sektor jasa yang besar tapi tidak dari sektor konstruksi, bangunan, atau properti.

“Umumnya investasi di BKPM non konstruksi jauh lebih banyak, maka biasanya efeknya semakin kecil. Kalau dilihat datanya non konstruksi kelihatannya jauh lebih besar terutama pada sektor jasa, keuangan, atau telekomunikasi,” jelas Tauhid.

“Produk-produk jasa telekomunikasi adalah produk teknologi, nilainya besar, tetapi konstruksinya sedikit, itulah yang kemudian ngaruhnya ke PMTB jadi rendah,” kata Tauhid lagi.

Peneliti Indef M. Rizal Taufikurahman menambahkan, PMTB yang turun tergantung pada penambahan dan pengurangan barang modal. Sehingga investasi berkaitan dengan aktivitas transaksi-transaksi dengan fisik.

Menurut Rizal, realisasi PMTB yang turun berdasarkan data BPS berkaitan dengan kebijakan pemerintah, erat kaitannya dengan pengeluaran atau biaya penambahan dari modal.

“Kalau investasi tidak dibatasi oleh pemakaian barang dengan waktu tertentu, dan itu bisa lebih leluasa,” jelas Rizal.