Institute for Development of Economics and Finance (Indef) berpandangan, data realisasi investasi yang disuguhkan oleh Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum semuanya masuk dalam realisasi, namun baru komitmen.
Hal tersebut dikatakan oleh Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF Abdul Manap Pulungan kepada CNBC Indonesia kemarin, dikutip Rabu (9/5/2023).
“Realisasi itu yang dari BKPM masih komitmen, belum terjadi real di lapangan. Walaupun dia angka tinggi belum tentu terealisasi di lapangan. Jadi, ada gap data antara komitmen investasi dengan realisasi investasi defisit di lapangan,” jelas Abdul Manap.
Seperti diketahui, BKPM mengungkapkan realisasi investasi pada kuartal I-2023 mencapai Rp 328,9 triliun atau tumbuh 16,5% secara tahunan (year on year).
Sementara, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan investasi atau pembentukan modal bruto (PMTB) pada kuartal I-2023 hanya tumbuh 2,11% (yoy), ini merupakan pertumbuhan terendah sejak 2013 atau sebelum pandemi Covid-19.
Adapun jika dibandingkan dengan kuartal I-2022 dan kuartal IV-2022, penurunannya cukup dalam. Pertumbuhan PMTB pada kuartal I-2022 tercatat sebesar 4,08% dan pada kuartal IV-2022 pertumbuhannya 3,33%.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menjelaskan, PMTB sebagian besar masuk ke sektor konstruksi dan belanja yang lain.
Sehingga perbedaan data investasi antara BKPM dan BPS, karena BKPM tidak memasukkan data bangun konstruksi, hanya sektor jasa yang besar tapi tidak dari sektor konstruksi, bangunan, atau properti.
“Umumnya investasi di BKPM non konstruksi jauh lebih banyak, maka biasanya efeknya semakin kecil. Kalau dilihat datanya non konstruksi kelihatannya jauh lebih besar terutama pada sektor jasa, keuangan, atau telekomunikasi,” jelas Tauhid.
“Produk-produk jasa telekomunikasi adalah produk teknologi, nilainya besar, tetapi konstruksinya sedikit, itulah yang kemudian ngaruhnya ke PMTB jadi rendah,” kata Tauhid lagi.
Peneliti Indef M. Rizal Taufikurahman menambahkan, PMTB yang turun tergantung pada penambahan dan pengurangan barang modal. Sehingga investasi berkaitan dengan aktivitas transaksi-transaksi dengan fisik.
Menurut Rizal, realisasi PMTB yang turun berdasarkan data BPS berkaitan dengan kebijakan pemerintah, erat kaitannya dengan pengeluaran atau biaya penambahan dari modal.
“Kalau investasi tidak dibatasi oleh pemakaian barang dengan waktu tertentu, dan itu bisa lebih leluasa,” jelas Rizal.